Saturday, September 20, 2014

Siapa dan Bagaimanakah Wali Allah ?

Insan yang digelar Wali-wali Allah senantiasa berjuang untuk mengembalikan nilai moral ke tahap yang tertinggi, sehingga nilai-nilai ini meresap kembali ke dalam jiwa manusia. Dan Allah Swt. telah menjelaskan bahwa Nabi Saw mempunyai Akhlak yang paling sempurna. Nabi Saw pun mengenalkan dirinya sebagai utusan yang akan menyempurnakan keperibadian moral dan akhlak.



Perjuangan Rasulullah Saw tidak berhenti sebatas masa hidupnya saja, namun segala ilmu-ilmu dan nilai-nilai akhlak Islamiyah telah diwarisi oleh wali-wali yang senantiasa meneruskan perjuangan Rasulullah Saw. Sebagaimana yang disifatkan oleh Allah Swt. dalam salah satu hadist qudsi yang berbunyi:

“Wali-wali-Ku berada di bawah kubah-kubah-Ku. Tidak ada yang mengetahuinya selain Aku”.

Maka wujudnya para wali-wali Allah tidak dapat dinafikan, dan mereka merupakan para kekasih Allah yang terdapat di seluruh pelosok bumi, di mana saja terdapat orang yang beriman.

Pengertian Wali dari segi bahasa, berarti:
1. Dekat. Jika seseorang sentiasa mendekatkan dirinya kepada Allah, dengan memperbanyakkan kebajikan, keikhlasan dan ibadah, dan Allah menjadi dekat kepadanya dengan limpahan rahmat dan pemberian-Nya, maka di saat itu orang itu menjadi wali.

2. Orang yang senantiasa dipelihara dan dijauhkan Allah dari perbuatan maksiat dan ia hanya diberi kesempatan untuk taat saja.

Adapun asal perkataan wali diambil dari perkataan al wala’ yang berarti: hampir dan juga bantuan. Maka yang dikatakan wali Allah itu orang yang menghampirkan dirinya kepada Allah dengan melaksanakan apa yang diwajibkan keatasnya, sedangkan hatinya pula selalu sibuk kepada Allah dan asyik untuk mengenal kebesaran Allah.

Kalaulah dia melihat, dilihatnya dalil-dalil kekuasaan Allah. Kalaulah dia mendengar, didengarnya ayat-ayat atau tanda-tanda Allah. Kalaulah dia berbicara, maka dia akan memanjatkan puji-pujian kepada Allah. Kalaulah dia bergerak maka pergerakannya untuk mentaati Allah. Dan kalau dia berijtihad, ijtihadnya pada perkara yang menghampirkan kepada Allah. Seterusnya dia tidak jemu mengingat Allah, dan tidak melihat menerusi mata hatinya selain kepada Allah. Maka inilah sifat Wali-wali Allah. Kalau seorang hamba demikian keadaannya, niscaya Allah menjadi pemeliharanya, menjadi penolong serta membantunya.

Siapakah yang digelar wali?
1. Ibnu Abas seperti yang tercatit dalam tafsir Al Khazin menyatakan: “Wali-wali Allah itu adalah orang yang mengingat Allah dalam melihat”.

2. Al Imam Tabari meriyawatkan dari Said bin Zubair berkata, bahwa Rasulullah Saw telah ditanya orang tentang Wali-wali Allah. Baginda Saw mengatakan “Mereka itu adalah orang yang apabila melihat, mereka melihat Allah”.

3. Abu Bakar Al Asam mengatakan “Wali-wali Allah itu adalah orang yang diberi hidayat oleh Allah dan mereka pula menjalankan kewajiban penghambaan terhadap Allah serta menjalankan dakwah menyeru manusia kepada Allah”.

Penggunaan Istilah Wali Dalam Al-Quran.
“Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman”. (Surah Al-Baqarah: 257)
“Dia menjadi wali bagi orang-orang shalih”. (Surah Al-‘Araf: 196)
“Engkau adalah wali kami, maka kurniakanlah kami kemenangan atas orang-orang kafir”. (Surah Al-Baqarah: 286)
“Yang demikian itu adalah karena Allah itu adalah wali bagi orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang kafir tidak ada wali bagi mereka”. (Surah Muhammad: 11)
“Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan Rasul-Nya”. (Surah Al-Maidah: 55)

Dari semua ayat itu dapat kita lihat bahwa Allah disebut wali, orang mukmin disebut wali, seorang yang dewasa yang diberi tugas melindungi dan memelihara anak kecil juga disebut wali. Demikian juga orang yang lemah yang tidak dapat mengurus harta-bendanya sendiri, lalu dipelihara oleh keluarga yang lain, maka keluarga tersebut itu juga dipanggil wali. Penguasa pemerintah yang diberi tanggung jawab pemerintahan disebut wali. Ayah atau mahram yang berkuasa yang menikahkan anak perempuannya juga disebut wali.

Karena itu dapatlah kita mengambail kesimpulan makna yang luas sekali dari kalimat wali ini. Terutama sekali artinya ialah hubungan yang amat dekat (karib), baik karena pertalian darah keturunan, atau karena persamaan pendirian, atau karena kedudukan, atau karena kekuasaan atau karena persahabatan yang karib.

Allah adalah wali dari seluruh hamba-Nya dan makhluk-Nya, karena Dia berkuasa lagi Maha Tinggi. Dan kuasa-Nya itu adalah langsung. Si makhluk tadi pun wajib berusaha agar dia pun menjadi wali pula dari Allah. Kalau Allah sudah nyata tegas dekat atau karib kepadanya dia pun hendaklah bertaqarrub, artinya mendekatkan pula dirinya kepada Allah. Berusaha memperkuatkan iman, memperteguh takwa, menegakkan ibadah kepada Allah menurut garis-garis yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dari segi Penggunaan, Wali pada mafhumnya, berarti:
1. Seseorang yang senantiasa taat kepada Allah tanpa menodainya dengan perbuatan dosa sedikitpun.
2. Seseorang yang senantiasa mendapat perlindungan dan penjagaan, sehingga ia selalu dalam ketaatan kepada Allah tanpa melakukan dosa sedikitpun, meskipun ia dapat melakukannya.

Dalil-Dalil Wujudnya Wali Allah Dari Al-Quran Dan As-Sunnah
“Ingatlah, sesungguhnya Wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itu ialah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat” (Surah Yunus: 62- 64)

Dalam ayat ini Allah Swt. menyatakan bahawa para Wali-wali Allah itu mendapat berita gembira, baik di dunia maupun di akhirat. Apakah yang dimaksudkan dengan berita gembira (Busyra) itu?

Pengertian Al-Busyra (Berita Gembira)
Yang dimaksudkan dengan berita gembira di kehidupan dunia adalah:
1. Mimpi yang baik. Seperti yang tersebut di dalam hadist: “Al busyraa adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin atau yang diperlihatkan baginya”. (Hadis riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, menurut Al Hakim Hadist ini Sahih). “Mimpi yang baik adalah seperempat puluh enam bahagian dari kenabian.”

2. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berita yang gembira di dunia ialah turunnya malaikat untuk menyampaikan berita gembira kepada seseorang mukmin yang sedang sakaratul maut.

3. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berita yang gembira di dunia ialah turunnya malaikat kepada seorang mukmin yang sedang sakaratul maut, yang memperlihatkan tempat yang akan disediakan baginya di dalam syurga, seperti yang disebutkan dalam Firman Allah Swt:

“Para malaikat turun kepada mereka sambil mengatakan: Janganlah kamu takut dan janganlah kamu susah dan bergembirakah kamu dengan syurga yang pernah dijanjikan kepada kamu”. (Surah Fushshilat: 62)

4. Juga ada yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan berita gembira di dunia ialah pujian dan kecintaan dari orang banyak kepada seorang yang suka beramal shaleh, seperti yang disebutkan dalam hadist berikut:

“Abu Dzar menuturkan bahawa ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah: “Apakah pandanganmu jika ada seseorang yang suka beramal shaleh, sehingga ia dipuji oleh orang ramai?”, Sabda Beliau Saw: “Itu adalah berita gembira kepada seorang mukmin”.

5. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan berita yang gembira di dunia ialah karamah dan dikabulkannya segala permintaan seorang mukmin ketika ia masih di dunia, sehingga segala keperluannya dipenuhi oleh Allah dengan segera. Seorang ulama berkata: “Jika seorang mukmin rajin beribadah, maka hatinya bercahaya, dan pancaran cahayanya melimpah ke wajahnya, sehingga terlihat pada wajahnya tanda khusyu’ dan tunduk kepada Allah, sehingga ia dicintai dan dipuji oleh banyak orang, itulah tanda kecintaan Allah kepadanya, dan itulah berita gembira yang didahulukan baginya ketika ia di dunia”.

Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita fahami bahwa kesemuanya berhubungan erat dan tak terlepas dari adanya Taufik dan Hidayah yang diberikan oleh Allah kepada seorang mukmin, sehingga ia berkesempatan untuk rajin beribadah dan gemar beramal shaleh.

Adapun yang dimaksud dengan berita gembira di akhirat ialah:
1. Syurga beserta segala macam kesenangannya yang bersifat abadi, seperti yang disebutkan dalam Firman Allah yang artinya:

“(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Surah Al Hadiid: 12).

2. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan berita gembira di akhirat ialah sambutan baik dari para malaikat kepada kaum Muslimin di akhirat, yaitu ketika mereka diberi berita gembira dengan keberhasilan, diputihkannya wajah-wajah mereka dan diberikannya buku catatan amal-amal mereka dari sebelah kanan dan disampaikannya salam dari Allah kepada mereka dan beberapa berita gembira yang lain.

"Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah SWT".

Diantara tanda-tanda Wali Allah adalah:
1. Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah Swt.
Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: “Ia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, wali-wali-Ku adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingati-Ku dan Akupun mengingati mereka.”
(Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I hal. 6)

Dari Said ra, ia berkata: “Ketika Rasulullah Saw ditanya: “Siapa Wali-wali Allah?” Maka Beliau bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah.”
(Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya’ dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6).

2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang mencarinya.
Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya: “Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu’adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu’adz?” Kata Mu’adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para imam petunjuk dan para pelita ilmu.”
(Hadis riwayat Nasa’i, Al Bazzar dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah jilid I hal. 6)

3. Mereka bertakwa kepada Allah.
Allah Swt berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat” (QS Yunus: 62 - 64)

Abul Hasan As Sadzili pernah berkata: “Tanda-tanda kewalian seseorang adalah ridha dengan qadha, sabar dengan cobaan, bertawakkal dan kembali kepada Allah ketika ditimpa bencana.” (Hadisriwayat.Al Mafakhiril ‘Aliyah hal 104)

4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
Dari Umar Ibnul Khattab ra berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para nabi dan para syahid, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti kedudukan mereka di sisi Allah.”

Tanya seseorang: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal-amal mereka?” Sabda Beliau: “Mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah mahupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbarmimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah.”

Kemudian Rasulullah Saw membacakan firman Allah yang artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I, hal 5)

5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berbudi pekerti yang baik.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa “Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, yaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara’ dan berbudi luhur kepada orang lain.” (Hadist Riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya’)

“Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana takut akan shubhahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.” Kemudian Rasulullah saw menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat.” (Hadis riwayat Abu Hu’aim dalam kitab Al Hilya)

7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
Dari Ibnu Umar ra, katanya: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang diberi makan dengan rahmat-Nya dan diberi hidup dalam afiyah-Nya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam syurga-Nya. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang.” (Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6)

8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’I kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.” (Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal. 80)

9. Mereka suka menangis dan mengingat Allah.
‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi.
Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahasia, karena mereka takut mendapat siksa dari Allah.
Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya.
Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan.
Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah.
Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang.
Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang.
Mereka suka berpakaian sederhana.
Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur’an.
Mereka suka membaca Al Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayang-Nya.
Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat.
Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi.
Kemudian Beliau Saw menyebutkan firman Allah yang artinya: “Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.” (Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I, hal 16)

10. Jika mereka berkeinginan, maka Allah memenuhinya.
Dari Anas ibnu Malik ra berkata: “Rasul Saw bersabda: “Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra’ ibnu Malik, salah seorang di antara mereka.”

Ketika Barra’ memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: “Wahai Barra’, sesungguhnya Rasulullah Saw pernah bersabda: “Andaikata Barra’ berdoa, pasti akan terkabul. Oleh kerana itu, berdoalah untuk kami.” Maka Barra’ berdoa, sehingga kami diberi kemenangan.

Di medan peperangan Sus, Barra’ berdo’a: “Ya Allah, aku mohon, berilah kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan NabiMu.” Maka kaum Muslimin diberi kemenangan dan Barra’ gugur sebagai syahid.

11. Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Abdullah ibnu Mas’ud pernah menuturkan: “Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan”, pada telinga seorang yang pengsan, maka dengan izin Allah, orang itu segera sedar, sehingga Rasuulllah saw bertanya kepadanya: “Apa yang engkau baca di telinga orang itu?” Kata Abdullah: “Aku tadi membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum‘abathan” sampai akhir surah.” Maka Rasul Saw bersabda: “Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur.” (Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Al Hilya jilid I hal 7)

Bagaimanakah Seseorang Itu Menjadi Wali Allah
Sesesorang itu menjadi wali dengan salah satu dari dua cara yaitu:

1. Karena Karunia Allah
Adakalanya seorang menjadi wali karena mendapat karunia dari Allah meskipun ia tidak pernah dibimbing oleh seorang syeikh mursyid. Allah Swt berfirman:

“Allah menarik kepada agama ini orang yang di kehendakiNya dan memberi petunjuk kepada agama-Nya orang yang suka kembali kepada-Nya.” (Surah A-Syuara’ : 13)

2. Karena Usaha Seseorang
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits Qudsi: “Allah berfirman: “Seorang yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tidak seorang pun dari hamba-Ku yang mendekat dirinya kepada-Ku dengan amal-amal fardhu ataupun amal-amal sunnah sehinggai Aku menyayanginya. Maka pendengarannya, pandangannya, tangannya dan kakinya Aku beri kekuatan. Jika ia memohon sesuatu atau memohon perlindungan, maka Aku akan berkenan mengabulkan permohonannya dan melindunginya. Belum Aku merasa berat untuk melaksanakan sesuatu yang Aku kehendaki seberat ketika Aku mematikan seorang mukmin yang takut mati, dan Aku takut mengecewakannya.” (Hadis riwayat Al-Bukhari)

Apakah Seorang Wali Mengetahui Bahwa Dirinya Seorang Wali?
Tentang hal ini, para ulama mempunyai dua pendapat. Di antara mereka, ada yang berpendapat bahawa seorang wali tidak mengetahui bahawa dirinya adalah seorang wali. Sebab, ada kemungkinan pengetahuannya tentang dirinya dapat menghilangkan rasa takutnya kepada Allah dan ia merasa senang.

Tetapi, ada pula yang berpendapat bahwa seorang wali tahu bahwa dirinya seorang wali. Syeikh Al Qusyairi berkata: “Menurut kami, tidak semua wali mengetahui bahawa dirinya seorang wali. Tetapi ada pula yang mengetahui bahwa ia adalah seorang wali. Jika seorang wali mengetahui bahwa dirinya seorang wali, maka pengetahuannya itu adalah sebahagian dari karamahnya yang sengaja diberikan kepadanya secara khusus.” (Risalah Al Qusyairiyah jilid II hal 662)
Para Aulia juga mempunyai martabat yang berbeda-beda. Namun tak ada yang dapat mengetahui secara pasti siapakah di antara mereka yang tertinggi martabatnya kecuali Allah SWT".

 

Dalil Hadist Tentang Karamah Umat Yang Terdahulu
Hadis Pertama
Dari Abdullah Ibnu Umar r.a, beliau berkata :
“Rasulullah saw pernah bersabda: “Ada tiga lelaki tergolong di antara orang-orang terdahulu. Pada suatu hari, ketika mereka berjalan di suatu hutan, maka mereka bermalam di suatu gua. Setelah mereka masuk ke dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh tepat di permukaan gua itu dan menutupinya, sehingga mereka tidak dapat keluar. Kata salah seorang daripada mereka: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu, kecuali jika kamu berdoa kepada Allah dan bertawassul dengan perbuatan baik kamu.Salah seorang di antara mereka berkata: “Dahulu aku

mempunyai ibu bapa yang telah lanjut usia, dan aku tidak pernah makan malam sebelum mereka makan. Pada suatu hari, keduanya sudah tidur ketika aku datang membawa segelas air susu. Aku tidak ingin membangunka mereka. Aku menjaga keduanya semalaman tanpa makan dan minum, dan aku tetap memegang

gelas susu itu hingga pagi. Ketika keduanya bangun, barulah kuberikan air susu itu. Ya Allah, jika amalan salihku yang satu itu benar-benar ikhlas untukMu, maka bebaskan kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah, batu itu bergeser sedikit dari mulut gua,tetapi mereka masih belum dapat keluar. Selanjutnya, orang yang kedua berkata: “Dahulu, anak saudaraku termasuk orang yang paling aku cintai, aku selalu menggodanya, agar ia cinta kepadaku, tetapi ia selalu menolak.

Pada suatu ketika, ia datang kepadaku dan minta bantuan wang. Aku ingin membantunya, asalkan ia ingin bercinta denganku. Ia bersetuju dengan permintaanku kerana terpaksa. Ketika aku hendak memperkosanya, maka ia berkata: “Sebenarnya engkau tidak boleh memecahkan keperawananku, kecuali dengan cara yang sah”. Maka aku segera meninggalkannya dan aku tidak minta kembali wangku. Ya Allah, jika Engkau tahu, bahwa perbuatanku itu keranaMu, maka selamatkanlah kami dari batu besar ini”. Dengan izin Allah batu besar itu bergeser sedikit, tetapi mereka belum dapat keluar.

Selanjutnya orang yang ketiga berkata: “Dahulu aku mempunyai banyak pegawai, aku selalu memberi upah mereka tepat pada waktunya, dan aku tidak pernah merugikan mereka. Pada suatu kali salah seorang pegawaiku meninggalkan tempatku tanpa meminta upahnya. Selanjutnya, upah itu aku kembangkan dan aku belikan binatang ternak serta lembu abdi. Setelah beberapa waktu binatang ternak itu berkembang menjadi besar. Sampai pada suatu waktu ia datang kepadaku untuk meminta upahnya. Kataku: “Semua binatang ternak dan lembu abdi yang kau lihat di lembah itu adalah upahmu”. Kata lelaki itu: “Wahai hamba Allah, apakah engkau mempermainkan aku”. Kataku: “Aku tidak mempermainkan kamu”. Maka ia membawa pergi semua binatang ternak dan para abdi itu. Ya Allah, jika perbuatanku benar-benar ikhlas keranaMu, maka bebaskanlah kami dari himpitan batu besar ini”.

Maka dengan izin Allah batu besar itu bergerak, sehingga ketiga orang itu dapat keluar dengan selamat. (Hadis Hasan Sahih, Muttafaq Alaih).

Hadist Kedua
Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda :
“Tidak ada seorang bayi yang dapat berbicara ketika masih dibuaian ibunya, kecuali tiga orang, iaitu Isa putra Maryam as, seorang bayi di masa Juraij An Nasik, dan seorang bayi lainnya. Tentang Isa putra Maryam, kamu telah mengetahui kisahnya.

Tentang Juraij, ia adalah seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia mempunyai seorang ibu. Juraij gemar ibadah. Ketika ibunya rindu kepadanya, maka ia memanggil nama Juraij. Tetapi Juraij tidak memenuhi panggilan ibunya, ia hanya berkata: “Ya Allah, apakah sebaiknya aku memenuhi panggilan ibuku, ataukah

aku meneruskan ibadahku?” Ibunya memanggilkannya sampai tiga kali, tetapi Juraij masih meneruskan ibadahnya tanpa memenuhi panggilannya. Maka ibunya kecewa, sehingga ia berdoa :

“Ya Allah, jangan Engkau matikan putraku itu sampai setelah Engkau menemukannya dengan seorang wanita pelacur”. Kebetulan di tempat itu, ada seorang wanita pelacur. Ia berkata: “Aku akan merayu Juraij sampai ia berbuat zina denganku”. Maka ia mendatangi Juraij dan merayunya, tetapi Juraij tidak mempedulikannya. Akhirnya wanita pelacur itu merayu seorang petani yang kebetulan bermalam di samping tempat ibadah Juraij, sampai ia hamil dari petani itu. Selanjutnya ia mendatangi Juraij sambil membawa anak haramnya dari si petani. Kemudian ia berkata kepada orang banyak: “Bayiku ini adalah dari hasil hubungan gelapku dengan Juraij”. Mendengar ucapan wanita pelacur itu, maka Bani Israil mendatangi tempat ibadah Juraij, kemudian mereka menhancurkannya dan merejam Juraij secara beramai-ramai. Maka Juraij melakukan solat dan ia berdoa. Kemudian ia menyentuh tubuh bayi itu dengan jari telunjuknya seraya berkata:

“Wahai anak bayi, siapa ayahmu?” Anak bayi itu berkata: “Ayahku adalah seorang petani”. Maka masyarakat Bani Israil menyesali perbuatannya terhadap Juraij dan mereka minta maaf kepadanya. Mereka berkata: “Kalau engkau mahu, kami akan

membangun kembali tempat ibadahmu dari emas atau perak, tetapi tawaran mereka ditolak, sehingga mereka membangunnya kembali seperti semula. Itulah kisah bayi yang dapat berbicara di masa Juraij.

Adapun kisah bayi yang lain, ada seorang wanita yang tengah menyusui anak bayinya. Ketika ada seorang pemuda tampan lewat di depannya, maka ibunya berkata: “Ya Allah, jadikan putraku ini seperti pemuda itu.” Maka dengan spontan bayinya berkata: “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan aku seperti pemuda itu.” Selanjutnya ketika ada seorang wanita yang tertuduh mencuri dan berzina sedang lewat di depan ibunya, maka ia berkata: “Ya Allah, jangan Engkau jadikan putraku ini seperti wanita itu”. Maka bayinya berkata: “Ya Allah, jadikan aku sepertinya”. Maka

ibunya bertanya: “Mengapa engkau berdoa seperti itu?” Bayinya berkata: “Pemuda tampan yang lewat di sini tadi adalah seorang yang bengis dan kejam dan aku tidak ingin menjadi sepertinya. Adapun si wanita yang dituduh sebagai pencuri dan pelacur, sebenarnya ia bukan pencuri mahupun pelacur, dan ia hanya berkata: “Aku hanya pasrahkan diriku kepada Allah” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

 

Abu Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Adakalanya seorang hina yang biasa ditolak bila mengetuk pintu orang, namun jika ia berdoa, pasti terkabul.” (Hadis riwayat Muslim)

Di lain kesempatan Rasulullah Saw bersabda: “Takutlah kamu dengan firasat seorang mukmin, sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.” (Hadis riwayat Tirmidzi, Thabrani, Ibnu Adi dan An Najar di dalam kitab At Tarikh).

• Seseorang yang diberi karamah, seharusnya ia merasa bahwa karamah yang diberikan kepadanya hanya untuk menundukkan dirinya makin rendah dihadapan Allah. Bila seseorang berlaku sebaliknya, maka sudah jelas orang itu mirip dengan Iblis yang merasa sombong atas kemuliaan yang diberikan kepada dirinya.

• Karamah itu adakalanya tidak menyebabkan seseorang menjadi mulia. Seseorang yang bangga ketika mendapat karamah, maka ia terlalu membesarkan sesuatu yang biasa. Seseorang yang membesarkan sesuatu yang biasa, maka ia sama dengan berbuat sesuatu yang sia-sia. Demikian pula, seorang wali yang bangga dengan karamah, maka ia termasuk seorang yang rendah kedudukannya.

• Seseorang yang sombong diri karena kedudukannya, ia sama seperti iblis dan firaun.
Nabi Saw bersabda: “Ada tiga perkara yang menyebabkan kebinasaan seseorang. Yang terakhir adalah seorang yang membanggakan kedudukan peribadinya”.

• Allah berfirman: “Maka terimalah apa yang Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau orang-orang yang berterima kasih. Dan sembahlah Tuhanmu sampai engkau didatangi kematian”. Berdasarkan ayat di atas, seseorang yang mendapat karunia dari Allah, hendaknya ia selalu rajin beribadah kepada Allah dan mensyukuri semua nikmat yang ia terima, bukannya makin bertambah ingkar.

• Seseorang yang selalu bergaul akrab dengan makhluk, maka ia tidak terlalu akrab bergaul dengan Khaliknya.

• Seseorang yang tidak takut dan tidak bertawakkal kepada Allah sudah tentu ia tidak akan menjadi wali, apa lagi kalau ia selalu menyandarkan hidupnya kepada dirinya atau kepada orang lain. Jika seseorang dapat mendatangkan satu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, pasti ia akan mengikutinya dengan pengakuan bagi dirinya, tetapi ada juga yang tidak. Bagi mereka yang dapat mengikuti dengan pengakuan bagi dirinya dan dapat mendatangkan sesuatu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, adakalanya ia mengaku sebagai tuhan, atau sebagai nabi, atau sebagai wali, atau sebagai ahli sihir.

 

Beberapa contoh karamah yang diberikan oleh Allah kepada para wali-Nya untuk membuktikan kekuasaan-Nya akan adanya suatu karamah

Diantara Karamah Ummat Nabi Muhammad Saw
1. Dari Abu Saeed Al-Khudri, beliau berkata:
“Pada suatu malam ketika Usaid ibnu Khudhair sedang membaca Al Qur’an di pekarangan rumahnya, tiba-tiba kudanya melonjak-lonjak, sampai ia menghentikan bacaannya. Kemudian ketika ia melanjutkan bacaannya lagi, anehnya, kudanya melonjak-lonjak lagi, sampai ia menghentikan bacaannya. Kata Usaid: “Maka aku takut kalau kudaku menginjak Yahya, putraku. Ketika aku berdiri, tiba-tiba aku lihat di atas kepalaku ada naungan cahaya yang pelan-pelan membumbung ke atas sampai menghilang dari pandanganku.

2. Dari Aisyah r.a, beliau berkata :
“Abu Bakar Ash Shiddiq pernah memiliki dua puluh gantang buah kurma yang diberikan kepadaku. Ketika saat kematiannya tiba, maka ia berkata; “Wahai putriku, tidak seorang pun yang lebih kucintai dan lebih aku takuti kesusahannya darimu, dulu aku pernah berikan kepadamu dua puluh gantang buah kurma, kalau dulu telah engkau pakai, tentunya aku tak akan mempersoalkannya, tetapi pada hari ini harta itu akan jadi harta waris setelah aku tiada. Harta itu boleh engkau bagi dengan kedua saudara lelakimu dan kedua saudara perempuanmu, bagilah harta waris itu menurut hukum Kitabullah.” Kata Aisyah: “Maka aku berkata: “Wahai ayah, kami tidak keberatan untuk membaginya, tetapi putrimu hanya Asma dan aku, maka siapakah putrimu yang lain?” Kata Abubakar: “Kini ia masih dalam perut ibunya, yaitu Habibah binti Kharijah ibnu Zaid, kulihat, ia adalah perempuan.” Setelah ia wafat, memang benar yang lahir adalah anak perempuan, ia diberi nama Ummu Kaltsum binti Abubakar. (Hadis riwayat Malik dalam kitab Al-Muwatha’)

 

Wallahu A'lam. Wassalam

No comments:

Post a Comment