Wednesday, July 9, 2014

Tadabbur dan Tafakur

Tadabbur adalah salah satu cara untuk memahami Al-Qur’an. Kitab-kitab Tafsir yang kita kenal dan kita baca sekarang adalah hasil usaha yang optimal dari para ulama dalam mentadabburi dan memahami Aquran.

Tadabbur menurut bahasa berasal dari kata دبــر yang berarti menghadap, kebalikan membelakangi. Tadabbur menurut ahli bahasa Arab adalah الـتـفـكّـر memikirkan. Maka, tadabbur bisa berarti memikirkan akibat dari sesuatu atau memikirkan maksud akhir dari sesuatu. Sedangkan, tadabbur menurut istilah adalah “penelaahan universal yang bisa mengantarkan kepada pemahaman optimal dari maksud suatu perkataan “.


Tadabbur (penelaahan) Al-Qur’an diperintahkan oleh Allah swt dan ini adalah salah satu cara berinteraksi (ta’amul) dengan Al-Qur’an. Allah berfirman pada surat As Shaad : 29

كِتَابٌأَنزَلْنَاهُإِلَيْكَمُبَارَكٌلِّيَدَّبَّرُواآيَاتِهِوَلِيَتَذَكَّرَأُوْلُواالْأَلْبَابِ

Artinya : “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”

Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah menurunkan Alquran kepada Rasulullah dan pengikut-pengikutnya. Alquran itu adalah kitab yang sempurna mengandung bimbingan yang sangat bermanfaat kepada umat manusia. Bimbingan itu menuntun agar hidup sejahtera di dunia dan berbahagia di akhirat. Dengan merenungkan isinya, manusia akan menemukan cara-cara mengatur kemaslahatan hidup di dunia. Tamsil ibarat dan kisah dari umat terdahulu menjadi pelajaran dalam menempuh tujuan hidup mereka dan menjauhi rintangan dan hambatan yang menghalangi. Alquran itu diturunkan dengan maksud agar direnungkan kandungan isinya, kemudian dipahami dengan pengertian yang benar, lalu diamalkan sebagaimana mestinya. Pengertian yang benar diperoleh dengan jalan mengikuti petunjuk-petunjuk Rasul, dengan dibantu oleh Ilmu Pengetahuan yang dimiliki, baik yang berhubungan dengan bahasa ataupun yang berhubungan dengan perkembangan kemasyarakatan. Begitu pula dalam mendalami petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam kitab itu, hendaknya dilandasi tuntunan Rasul serta berusaha untuk menyemarakkan pengalamannya dengan ilmu pengetahuan hasil pengalaman dan pemikiran mereka.

Untuk memberikan pengertian yang lebih terperinci mengenai pengertian ayat ini baik kiranya dikemukakan pendapat Hasan Basry. “Banyak hamba Allah dan anak-anak yang tidak mengerti makna Alquran, walaupun telah membacanya di luar kepala. Mereka ini hafal betul hingga tak satupun huruf yang ketinggalan. Mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Alquran itu hingga salah seorang di antara mereka mengatakan. “Demi Allah saya telah membaca Alquran, hingga tak satu hurufpun yang kulewatkan.” Sebenarnyalah orang demikian itu telah melewatkan Alquran seluruhnya, karena pengaruh Alquran tak tampak pada diri orang itu, baik pada budi pekertinya maupun pada perbuatannya. Demi Allah apa gunanya ia menghafal setiap hurufnya, selama mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Allah. Mereka itu bukan ahli hikmah dan ahli Pemberi pengajaran. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah orang yang seperti itu”.

Untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an dan melakukan tadabur yang optimal membutuhkan kiat-kiat sebagai berikut:
1. Memperhatikan adab dalam tilawah
2. Memperhatikan cara- cara talaqqi ( menerima ajaran )
3. Memperhatikan tujuan pokok dari Al Qur’an
4. Mengikuti jejak langkah para sahabat dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
5. Berusaha hidup dalam ruh Al-Qur’an.
6. Dibantu dengan disiplin ilmu-ilmu lain.

Dan juga telah djelaskan pada Al Qur’an
Surat An Nisa’ : 82

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al quran? Kalau kiranya Al quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. “
Ayat ini mencela orang-orang kafir dan orang-orang munafik tersebut ! karena mereka tidak mengerti tentang kerasulan Muhammad dan tidak mau memahami Alquran yang menjelaskan tentang kerasulan Nabi Muhammad itu, karena kalau mereka mau mengerti dan mau memperhatikan, niscaya mereka mengetahui bahwa kerasulan Muhammad dan Alquran itu memang sebenarnya dari Tuhan. Demikian janji Allah kepada orang mukmin dan ancaman Nya kepada orang kafir dan orang munafik sebagaimana yang disampaikan oleh Muhammad adalah suatu hal yang pasti sebagaimana pasti benarnya ayat-ayat yang disampaikan oleh Muhammad, tentang isi hati yang dikandung oleh orang munafik dan orang kafir itu. Demikian pula pasti benarnya ayat-ayat yang dibawa Muhammad tentang nasib buruk mereka di akhirat nanti, karena kalau kiranya Alquran itu dibuat-buat Muhammad bukan datangnya dari Allah yang mengutus niscaya mereka akan menemui dalam Alquran itu ayat-ayat yang bertentangan satu sama lain.

Tafakur berasal dari kata TAFAKKARO yang artinya merenungkan atau memikirkan.
Disebutkan di dalam hadits, bahwa tafakur sesaat adalah lebih baik daripada ibadah satu tahun. Dorongan untuk bertafakur, tadabur, berpikir, dan mengambil pelajaran dapat diketahui dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits. Tafakur adalah kunci untuk memperoleh cahaya, asas meminta pertolongan dan perangkap ilmu.

Keutamaan tafakur disebutkan Allah dalam bentuk pujian, “...dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (QS. Ali Imran (3): 191)

Ibn ‘Abbas berkata kepaa suatu kaum, “Janganlah kamu memikirkan tentang Allah SWT.” Maka Nabi SAW bersabda, “Berpikirlah tentang penciptaan Allah, tetapi jangan kamu berpikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu mengukur-Nya,”

Dari Nabi SAW., bahwa pada suatu hari ia keluar menuju suatu kaum. Mereka sedang bertafakur. Maka Nabi SAW bertanya, “Apa yang kamu sedang kerjakan sehingga kamu tidak berbicara?” Mereka menjawab, “Kami sedang memikirkan ciptaan Allah SWT.” Selanjutnya Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu, maka lakukanlah. Berpikirlah tentang ciptaan Allah, tetapi janganlah kamu memikirkan tentang-Nya. Sesungguhnya di barat ini ada bumi yang putih cahayanya perjalanan matahari empat puluh hari. Di dalamnya terdapat makhluk dari makhluk-makhluk Allah. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah sekejap mata pun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu dimana setan terhadap mereka? Beliau bersabda, “Mereka tidak tahu setan diciptakan atau tidak.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan anak Adam?” Beliau bersabda, “Mereka tidak tahu Adam diciptakan atau tidak.”

Dari ‘Atha’: “Pada suatu hari aku dan ‘Ubaid bin ‘Umair pergi kepada ‘Aisyah ra. Di antara kami dan ia dipisahkan hijab. “Aisyah bertanya, ‘Wahai ‘Ubaid, apa yang menghalangimu dari mengunjungi kami?’ ‘Ubaid menjawab, ‘Sabda Rasulullah SAW., “Berkunjunglah, Tetapi jangan terlalu sering, niscaya hal itu akan menambah kepadamu kecintaan.”

Selanjutnya Ibn ‘Umair berkata, “Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkanmu yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.” Maka ‘Aisyah menangis, lalu berkata, “Setiap ihwalnya menakjubkan. Pada malam giliranku, ia datang kepadaku sehingga kulitnya menyentuh kulitku. Beliau berkata, ‘Biarkan aku shalat kepada Tuhanku.’ Maka beliau pergi ketempat air, lalu berwudhu. Kemudian beliau shalat. Maka beliau menangis sehingga basah janggutnya. Kemudian beliau sujud sehingga air matanya membasahi tanah. Selanjutnya beliau berbaring pada salah satu sisinya hingga datang Bilal menyeru shalat subuh. Maka Bilal bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkanmu menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang.’ Beliau menjawab, ‘Bagaimana kamu ini, wahai Bilal, apa yang mencegahku untuk menangis. Sesungguhnya pada malam ini Allah SWT telah menurunkan wahyu, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang berakal.”

Selanjutnya beliau bersabda, ‘Celakalah orang yang membacanya tetapi tidak memikirkannya.’”

Ada yang bertanya kepada Al Auza’i, “Apa tujuan memikirkan penciptaan langit dan bumi? Al-Auza’i menjawab, “Membaca ayat-ayat tersebut dan memahaminya.”

Al-Junaid ra., berkata, “Majelis yang paling mulia dan paling tinggi adalah duduk dengan memikirkan medan tauhid, hembusan angin makrifat, minum dengan gelas cinta dari lautan kasih dan pandangan dengan prasangka baik kepada Allah SWT.” Kemudian ia berkata, “Aduhai betapa agungnya majelis dan betapa lezatnya minuman. Bahagialah bagi orang yang dianugerahinya.”

HAKIKAT TAFAKUR DAN BUAHNYA
Ketahuilah, bahwa makna tafakur adalah menghadirkan dua makrifat di dalam hati agar dari keduanya membuahkan makrifat ketiga. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Berusaha memperoleh yang lebih baik dan lebih kekal adalah lebih pantas. Tujuan dari tafakur adalah membuahkan ilmu didalam hatinya. Maka hal itu menyebabkan keindahan. Kedua makrifat itu merupakan keselamatan. Keduanya merupakan buah dari ilmu dan ilmu merupakan buah dari tafakur.

OBJEK TAFAKUR
Ketahuilah, bahwa kadang-kadang hamba memandang dan memikirkan keadaan dirinya, sebagaimana telah dijelaskan. Kadang-kadang pula ia memandang kita, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah SWT.

Memikirkan Zat Allah SWT tidak ada jalan lain selain dengan zikir semata.

Adapun memikirkan tentang sifat-sifat, kerajaan dan malakut-Nya, maka setiap kadar berpikir tentang kerajaan-Nya, MALAKUT-Nya, dan sifat-sifat-Nya bertambah pula kecintaan terhadap-Nya. Adapun memikirkan tentang ciptaan-Nya adlah untuk menyingkap ihwal-Nya. Hal itu dapat dilakukan dengan merenungkan makna nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serata memikirkan langit, bumi, planet-planet, dan setiap sesuatu selain Allah SWT. Itu semua adalah ciptaan dan buatan-Nya. Allah SWT berfirman, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk.” (QS. Fushilat (41): 53). Dan juga firman-Nya, “Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyyat (51): 21)

Maka objek tafakur adalah dirimu sendiri, kemudian segala ciptaan Allah SWT.

Pahamilah, maka engkau beruntung.[]

die *Mutiara Ihya Ulumuddin* http://islamic-center.or.id

No comments:

Post a Comment